Rabu, 22 Mei 2013

1

British Invasion Belum Mati!

Posted in , , , , , , , , , , ,


Oleh Artha Kantata Adyaksa | @artha_desu

BLUR (Foto: Artha Kantata Adyaksa)
Mata saya menyala ketika melihat berita di twitter beberapa bulan yang lalu. BLUR, salah satu legenda Britpop akan menghampiri Indonesia. Dengan gelisah saya mulai mencari info lengkap tentang berita yang membuat saya tidak berhenti tersenyum saat itu. Benar. Blur akan menghampiri indonesia dalam gelaran festival musik bertajuk BIG SOUND FESTIVAL yang diselenggarakan Dyandra Entertainment pada 15 Mei 2013. Tapi kegirangan saya tidak hanya berhenti disitu, Blur tidak sendirian kawan-kawan, ada Temper Trap, Tegan and Sarah, dan Van She. 

Saat hari itu tiba, saya sudah mulai berdebar-debar karena membayangkan Damon dan kawan-kawan akan membuat saya tidak akan melupakan hari itu. Padahal dijadwal yang saya dapatkan dari twitter, Blur akan tampil sekitar jam 9 malam, tapi saya sudah datang dari sore karena ingin menukar tiket dan ingin menikmati suasana di luar venue yang dipenuhi fans Blur yang memakai T-shirt bertuliskan atau bergambar album dari band yang melegenda itu. Itu adalah pemandangan yang membuat saya tidak berhenti untuk tersenyum.

Berbeda dengan orang lain yang datang membawa teman atau beramai-ramai, saya datang ke venue dengan seorang diri, hahaha. Sebegitu niatnya saya untuk menyaksikan pemandangan dari empat orang yang ikut mengubah pemikiran tentang musik keren. Tapi ketika saya sedang menunggu diluar venue, saya berkenalan dengan seorang mahasiswa yang juga nonton sendirian. Dalam hati, saya menggumam ternyata bukan hanya saya yang mempunyai niat yang sangat besar untuk menyaksikan Blur di tanah air, hahahaha.

Setelah berkenalan kami berdua mengobrol tentang Blur dan saling bercerita tentang diri masing-masing. Ketika asyik mengobrol, terdengar dari dalam venue, Van She, band asal Australia yang bergenre elektropop itu sudah mulai memanaskan telinga. Terdengar beberapa lagu yang sedikit saya kenal seperti Idea of Happiness dan Changes. Saya tidak terlalu mendengar Van She, atau berlagak hipster untuk tahu lagu-lagu mereka, jadi saya tidak terlalu tahu beberapa lagu setelah itu. Agak samar dari luar venue saya mendengar mereka mengatakan Thank You Jakarta” menandakan mereka telah mengakhiri penampilan sebagai band pembuka acara keren ini.  

Setelah merasa pegal karena duduk dipinggir pagar depan venue, pukul 17.50 WIB saya dan teman baru memutuskan untuk masuk ke dalam venue. Dengan penjagaan yang agak ketat, kami harus melewati dua penjaga gerbang masuk. Setelah mendapatkan gelang sebagai tiket masuk kedalam venue, kami mulai menjelajah bagian dalam venue yang bertemakan festival itu. Di dalam kompleks festival, banyak penjual merchandise asli dari para penampil  pada hari itu.
Setelah Van She, ada break magrib selama kurang lebih 20 menit. Di dalam kompleks venue ada dua stage, Main stage dan Telkomsel Stage. Main stage yang bertempat di lapangan D senayan, dan Telkomsel stage atau welcoming stage diluar venue main stage. Sehabis break, di Telkomsel Stage terdengar Vincent, ex-Club80’s selaku MC yang dengan kocak menyambut penonton yang sudah berkumpul.

Tanpa banyak basa-basi Vincent langsung mengundang Morfem untuk memecah kesunyian setelah break tadi. Jimi Multhazam yang datang belakangan setelah pasukannya telah memulai dengan intro yang lumayan panjang menuju lagu “pilih sidang atau berdamai” mulai bernyanyi dan memanaskan panggung yang berukuran kecil itu. Jimi adalah orang yang kocak dan selalu melontarkan beberapa lelucon. Sayang, mereka hanya sempat bermain tiga lagu, setelah seorang panitia naik keatas panggung dan bebisik kepada Jimi untuk menginfokan Morfem harus mengakhiri penampilan mereka. Sebelum memainkan lagu terakhir, Jimi bercanda “katanya disuruh udahan, ada band Lesbi di mainstage udah mau main”. Sontak orang-orang yang mendengar lelucon Jimi menjadi tertawa. Morfem lalu memulai lagu terakhir pada malam itu dengan meng-cover lagu “kuning” milik Rumah Sakit yang dibawakan dengan agak liar menurut saya.

Setelah Morfem menyelesaikan lagu terakhir mereka, saya dan teman langsung menuju ke main stage dimana duo kakak beradik indie pop asal kanada telah bersiap-siap untuk menghentak crowd yang sudah berkumpul dan mulai meneriaki nama mereka. Lagu Back in Your Head menjadi lagu pembuka penampilan mereka malam itu. Tegan and Sara sangat komunikatif dengan penonton. Itu terbukti dengan setiap mereka menyelesaikan lagu, mereka selalu berterima kasih dengan suara yang riang dan ramah. Tegan menyapa penonton dan sedikit curhat tentang betapa panasnya cuaca di Jakarta. Tegan mengatakan seraya tertawa bahwa ini adalah cuaca terpanas yang pernah mereka rasakan. Maklum, di Kanada sendiri memiliki iklim dan cuaca yang sangat berbeda dengan Indonesia. Kanada memiliki cuaca yang cukup dingin. Lalu mereka melanjutkan dengan lagu-lagu andalan seperti Walking with a Ghost,  Alligator, dan Arrow yang membuat penonton mulai  memadati main stage. Tegan and Sara menutup penampilan mereka yang apik dengan membawakan Closer yang disambut meriah dan diakhiri dengan tepuk tangan dan teriakan dari penonton yang menandakan bahwa Tegan and Sara sukses membuai crowd pada malam itu.



Saya menganggap bahwa Big Sound Fest ini adalah versi mini dari perhelatan keren seperti Loolapaloza, Pinkpop, atau Coachella. Mengingat perhelatan yang besar tadi selalu menampilkan band-band keren dan selalu mengundang banyak penikmat musik dan konser, Big Sound Fest juga melakukan hal yang sama dengan mengundang beberapa band dari luar dan yang memiliki fanbase cukup besar di Indonesia. Selain mengundang band dari luar negeri, Big Sound Fest juga mengundang band indie dari Jakarta seperti Morfem yang sudah tampil sebelum Tegan and Sara dan juga The Brandals. Ini menjadi perhelatan yang sangat lengkap menurut saya. Dimana ada dua band indie andalan saya. 

Bercerita soal The Brandals, mereka juga sukses memanaskan venue pada malam itu dengan tampil di Telkomsel Stage. Vokalis Eka Annash sukses membuat para penonton yang telah beralih dari main stage tadi menuju bibir panggung dengan unit garage/rock n roll yang mulai memainkan beberapa lagu mereka. The Brandals juga meng-cover lagu milik The Kinks yang berjudul You Really Got Me. Kelakuan kocak Eka Annash menutup penampilan mereka pada malam itu dengan mencoba untuk meledakkan conveti yang tak kunjung keluar dari tabungnya. Penonton menjadi tertawa ketika Eka membuang conveti dari tangannya dan mulai bergelantungan pada personel yang lain. Setelah puas melihat aksi The Brandals, saya mulai beranjak ke main stage.

Ketika saya perlahan berjalan ke main stage, teriakan penonton membuat langkah kaki saya semakin cepat. Saya dan teman baru saya berpisah karena dia memilih reguler festival, sedangkan saya memilih VIP festival. Dougy cs telah menaiki panggung dan langsung membuka penampilan mereka dengan lagu Love Lost. Saya menjadi sangat girang ketika sudah mendekati panggung. Mengingat saya pernah melewatkan mereka beberapa tahun silam ketika mereka pertama kali menjajah Jakarta dengan euforia Sweet Dispotition mereka, kali ini saya benar-benar menonton mereka.
The Temper Trap (Foto: Artha Kantata Adyaksa)
Dougy Mandagi, vokalis sekaligus frontman The Temper Trap menyapa dengan melontarkan kata-kata “Selamat malam jakarta! Udah lama gak main disini”. Sapaan Dougy mengundang sorakan dari penonton yang mempunyai maksud yang berbeda dari setiap sorakan, antara sorakan membalas selamat malam, dan sorakan dengan nada yang heran kenapa Dougy bisa fasih berbahasa Indonesia. Saya berpikir seperti itu karena saya kurang yakin kalau semua penonton yang datang tahu Dougy adalah peranakan Manado yang besar di Australia dan membuat band disana. Saya merasa yakin dugaan saya benar karena beberapa orang bergumam “eh dia orang indonesia?”

The Temper Trap melanjutkan penampilan mereka dengan berturut-turut membawakan lagu Fader, Trembling Hands, dan Have It All. Dougy menjadi liar dengan turun dari stage dan menuju ke depan panggung di lagu Science of Fear. Bukan hanya Dougy saja yang menikmati aura konser yang memanas malam itu, sang basis Jonathon Aherne terus bergoyang sepanjang konser dengan Bass-nya yang bergelantungan di lengan. Pada lagu Drum Song, Dougy memainkan Floor dan Cymbal drum yang telah disiapkan. Dougy mulai memukul dan bergoyang-goyang seperti orang yang sedang kesurupan. Setelah berpamitan, The Temper Trap mulai memainkan intro lagu yang lumayan panjang yang ternyata adalah intro menuju lagu Sweet Dispotition, lagu andalan band yang beranggotakan empat orang ini. Penonton menjadi histeris dan terjadilah karaoke massal sekaligus menutup penampilan mereka yang sangat apik.

Setelah The Temper Trap turun panggung, lampu di Main Stage padam dan semua alat diatas panggung mulai digeser dan mulai diganti dengan set stage milik Blur. Terlihat di area Festival sudah mulai memadat dan orang orang sudah mulai merapat. Ada yang membuat saya tersenyum lebar ketika menunggu Blur untuk tampil, penonton barisan depan mulai menyanyikan bait dari lagu Tender, oh my baby, oh my baby, oh why, oh my yang membuat semua penonton di barisan tengah dan belakang menyambut bait dari lagu yang sangat menempel di telinga para pendengar setia Blur. Saya yang sendirian menunggu mulai bersosialisasi dengan beberapa penonton di samping kanan saya. Saya sempat berkenalan dengan beberapa fans Blur yang datang dari Bandung dan mulai sharing tentang lagu-lagu apa yang akan dibawakan band yang sama-sama kami kagumi itu.

Ketika sedang asik bercerita, lampu di main stage berubah dan penonton sudah mulai bersorak. And there they are....!! Band yang membutuhkan kurang lebih 24 tahun untuk sampai ke Indonesia itu akhirnya keluar satu persatu. Graham Coxon, Dave Rowntree, Alex James, dan Damon Albarn masuk ke panggung dengan jaket jins hitamnya. Dia melambai dan mulai tersenyum kepada penonton. Lutut saya sedikit lemas, saya benar-benar belum percaya, band yang sangat saya kagumi ini ada dihadapan saya sekarang. Girls and Boys mulai dikumandangkan, dan crowd menjadi pecah. Saya yang berada ditengah dan mau tidak mau terhanyut arus dansa dari semua penonton yang mulai bergoyang dan melompat sambil menyanyikan bagian reff-nya.

Saya tidak bisa menahan senyum dan teriakan-teriakan yang mungkin bagi orang lain norak, tapi saya tidak peduli ketika Popscene menjadi lagu kedua malam itu dalam list mereka. Lagi-lagi crowd secara bersamaan berteriak di bagian reff, “POPSCENE!!!” ketika Damon mengarahkan mic-nya ke arah penonton.  Mereka tidak terlihat seperti empat orang tua yang sudah berumur 40 tahunan, mereka terlihat seperti bocah-bocah nakal yang terperangkap dalam tubuh orang dewasa ketika Damon mulai menyapa bibir panggung, dan ujung kiri-kanan panggung sambil berlarian. Graham yang malam itu memakai kaos oblong dan memainkan gitarnya secara liar dan sesekali menunduk dan kemudian mendongak lagi. Hanya Alex yang terlihat kalem dengan kemeja putihnya. Saya langsung mengingat-ingat videoklip yang menampilkan empat anak muda yang masih kelihatan bengal dengan style agak urakan khas anak 90-an ketika lagu There’s No Other Way dan Beetlebum dimainkan.

Ketika Out of Time, Trimm Trabb, dan Caramel dibawakan, penonton menjadi sedikit tenang. Ada yang spontan mengangkat tangan melihat penonton paling depan yang  mulai membuat formasi ayunan tangan. Mungkin setelah beberapa lagu yang menghentak, Blur ingin sedikit kalem. Tapi ketika melihat Damon mengambil gitar akustiknya, saya yakin mereka akan membawa lagu favorit saya. Benar saja, ketika Damon selesai berceloteh sedikit, ayunan tangan Dave memukul drum dengan pola intro yang membuat saya berteriak. Coffee and TV dimainkan dan semua penonton tidak dapat menahan diri untuk bergoyang.  Setelah puas membuat penonton bergoyang, Blur lalu membawakan Tender. Lagi-lagi terlihat ayunan tangan dari depan panggung sambil berkaraoke massal.

Aura semangat yang dialirkan oleh Blur sangat terasa pada crowd malam itu. Terbukti ketika Country House dan Parklife dimainkan, tidak ada jeda yang diberikan oleh mereka untuk saya dan penonton lain untuk berdiam diri. Di dua lagu itu Damon sempat menghampiri crowd sudah menyambut dengan uluran tangan yang disambut Damon dengan senyum lebarnya. Kemudian, End of a Century, Death of a Party dan This Is a Low  dibawakan dengan sangat apik sebelum Blur mundur dari panggung untuk mengambil break.

Setelah beberapa menit beristirahat, Blur kembali ke panggung disambut dengan sorakan dan tepuk tangan semua penonton. Satu persatu anggota Blur masuk dan terlihat Damon menghampiri pianonya dan langsung memainkan  Under the Westway, single yang dikeluarkan tahun 2012 lalu. Backdrop panggung yang bergambar bagian bawah jembatan seakan menambah penghayatan saya untuk menikmati lagu itu. Malam itu terlihat Blur membawa tiga backing vokal yang sesekali membuat choir yang terdengar megah dibeberapa lagu. Bukan hanya backing vokal, mereka juga memboyong para brass section ke panggung. Kemegahan beberapa lagu pun bertambah. For Tomorrow menjadi lagu selanjutnya. Saya teringat kata teman saya yang bilang bahwa dia sangat ingin melihat Blur ketika dia memutar lagu ini. Sayang sekali dia tidak bisa datang.

Yang membuat saya merinding saat itu adalah ketika Blur membawakan lagu The Universal. Dengan lirik pada bagian reff,  "It really really really could happen. Yes it really really could happen"  yang disambut oleh  semua penonton.  Saya benar-benar percaya bahwa Blur is really really come, and this is really really happened. Setelah berpamitan, Damon, sang dewa Britpop sedikit berkhotbah dan mengucapkan terima kasih yang disambut meriah oleh semua penonton. Akhirnya lagu terakhir pada pegelaran Big Sound Festival itu dimainkan.  Intro Song 2 menjadi sajian terakhir Blur pada malam itu dan sekaligus membuat crowd menjadi sangat-sangat pecah, dan semua orang melompat dan meggoyangkan badan seperti tidak sadarkan diri. Saya yang sudah merasa kelelahan pun terhanyut dalam moshpit dadakan itu.

Blur menyelesaikan Big Sound Festival dengan meninggalkan memori tentang betapa bergembiranya penggila Britpop malam itu. Mereka juga membawa lagu-lagu hits yang telah ditunggu-tunggu oleh para penggemar yang telah menanti setelah hampir 20 tahun. Big sound festival yang diselenggarakan Dyandara Entertainment sendiri telah membuat para penggila konser menunggu kejutan apa yang akan dibawakan tahun depan, karena menurut info yang saya dapat pada malam itu Big Sound Festival akan menjadi event tahunan yang akan menyajikan artis-artis luar yang mungkin sangat ditunggu-tunggu oleh semua penikmat musik tanah air.

Saya sendiri menikmati festival musik yang menurut saya komplit. Dengan semua sajian artis yang berkualitas, tata panggung cahaya yang memadai, serta kompleks venue yang nyaman untuk menunggu ketika break setiap artis untuk bersiap-siap tampil, Big Sound Festival sangat layak menurut saya untuk ditunggu tahun depan, dan tahun tahun berikutnya. Bukan hanya perhelatan musik keren yang saya dapatkan ketika malam itu, saya juga mendapatkan teman baru. Terima kasih Big Sound Festival, semoga tahun depan artis yang dibawa ke tanah air adalah artis yang sangat ditunggu-tunggu oleh semua pecinta musik dan konser di Indonesia.

Setlist Blur:
1. Girls and Boys
2. Popscene
3. There’s No Other Way
4. Badhead
5. Beetlebum
6. Out of Time
7. Trimm Trabb
8. Caramel
9. Coffee and TV
10. Tender
11. Country House
12. Parklife
13. End of a Century
14. Death of a Party
15. This Is a Low


Encore
16. Under The Westway
17. For Tomorrow
18. The Universal
19. Song 2

1 komentar:

  1. wah wah wah... menonton konser blur rasanya seperti naik haji ya :)

    BalasHapus